PSIKOLOGI SOSIAL
A.
PENGERTIAN PSIKOLOGI SOSIAL
Psikologi sosial
adalah suatu studi tentang hubungan antara manusia dan kelompok. Psikologi
sosial merupakan cabang ilmu dari psikologi yang baru muncul dan intensif
dipelajari pada tahun 1930. Secara sederhana objek material dari
psikologi sosial adalah fakta-fakta, gejala-gejala serta kejadian-kejadian
dalam kehidupan sosial manusia. Sekilas ternyata objek psikologi sosial mirip
dengan ilmu sosiolgi dan bila digambarkan sebenarnya psikologi sosial adalah
merupakan pertemuan irisan antara ilmu psikologi dan ilmu sosilogi.
Ada beberapa Definisi psikologi social
menurut para ahli :
1. Hubert Bonner
Psikologi Sosial adalah ilmu yang mempelajari
tingkah laku manusia.
2. A.M . chorus
Psikologi Sosial adalah ilmu yang mempelajari
tingkah laku manusia sebagai anggota suatu masyarakat.
3. Roueck and Warren dalam bukunya “Sociology“ memberikan
batasan bahwa : “Psikologi sosial ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari
segisegi psychologis daripada tingkah laku manusia, yang dipengaruhi oleh
interaksi sosial.“ Dalam definisi ini telah dinyatakan bahwa interaksi manusia
telah nyata pengaruhnya pada tingkah laku manusia.
4. Boring, Langveld, and Weld dalam bukunya “Foundations of
Psychology “ berpendapat bahwa : “Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari individu manusia dalam kelompoknya dan hubungan antara manusia
dengan manusia.“
5. Berhm & Kassin
Psikologi Sosial adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari cara individu berpikir, merasa, dan
bertingkah laku dalam setting sosial.
6. Davis O Sears
Psikologi Sosial merupakan
usaha sistematis untuk memahami prilaku sosial, yakni :
- Bagaimana kita mengamati orang lain dan situasi social
- Bagaimana orang lain
bereaksi terhadap kita
- Bagaimana kita
dipengaruhi oleh situasi social
7. Sarlito Wirawan, setelah menyimpulkan beberapa defenisi psikologi sosial
membedakan tiga wilayah studi psikologi sosial sebagai berikut:
a) Studi tentang pengaruh sosial terhadap proses individu,
misalnya studi tentang persepsi, motivasi, proses belajar, atribusi (sifat).
Walaupun topik-topik ini bukan monopoli dari psikologi sosial, namun psikologi
sosial tidak dapat menghindar dari studi tentang topik-topik ini.
b) Studi tentang proses-proses individual bersama, seperti
bahasa, sikap sosial dan sebagainya.
c) Studi tentang interaksi kelompok, misalnya: kepemimpinan,
komunikasi, hubungan kekuasaan, otoriter, konformitas (keselarasan), kerjasama,
persaingan, peran dan sebagainya.
8. Sherif & Musfer (1956)
psikologi
social adalah ilmu tentang pengalaman dan perilaku individu dalam kaitannya
dengan situasi stimulus social. Dalam defenisi ini, stimulus social diartikan
bukan hanya manusia, tetapi juga benda-benda dan hal-hal lain yang diberi makna
social.
9. Krech, Crutchfield, dan Ballachey (1962) menyatakan bahwa
: “Psikologi sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku individu di dalam
masyarakat.“
10. Joseph E. Mc. Grath (1965) menyatakan bahwa : “Psikologi
sosial adalah ilmu yang menyelidiki tingkah laku manusia sebagaimana
dipengaruhi oleh kehadiran, keyakinan dan tindakan dari orang lain. “
11. Show & Costanzo (1970)
Psikologi Sosial adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari tingkah laku individu sebagai fungsi dari rangsang-rangsang social.
12. Gordon Allport (1985)
Psikologi Sosial adalah ilmu pengetahuan yang
berusaha memahami dan menjelaskan bagaimana pikiran, perasaan, dan tingkah laku
seseorang dipengaruhi oleh kehadiran orang lain, baik secara nyata/aktual,
dalam bayangan/imajinasi dan dalam kehadiran yang tidak langsung (implied).
13. Michener & Delamater
(1999)
Psikologi Sosial adalah studi alami tentang
sebab-sebab dari prilaku sosial manusia.
14. Menurut Baron & Byrne (2006), psikologi
social adalah bidang ilmu yang mencari
pemahaman tetnang asal mula dan penyebab terjadinya pikiran serta perilaku
individu dalam situasi-situasi sosial. Defenisi ini menekankan pada pentingnya
pemahaman terhadap asal mula dan penyebab terjadinya perilaku dan pikiran.
Pendapat para tokoh tentang pengertian psikologi sosial
diatas sangat beragam. Namun demikian tidaklah berarti antara yang satu dengan
yang lainnya saling bertentangan. Perpaduan diantara pendapat tersebut akan
dapat saling melengkapi dan menyempurnakan. Rangkuman pengertian dari berbagai
pendapat tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : “Psikologi sosial adalah
suatu studi ilmiah tentang pengalaman dan tingkah laku individu-individu dalam
hubungannya dengan situasi sosial.“ Dengan demikian membicarakan psikologi
sosial tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan individu yang berhubungan dengan
situasi-situasi sosial.
B.
SEJARAH PERKEMBANGAN PSIKOLOGI SOSIAL
Psikologi
sosial menjadi satu ilmu yang mandiri baru sejak tahun 1908. Pada tahun itu ada
dua buku teks yang terkenal yaitu "Introduction to Social Psychology"
ditulis oleh William McDougall - seorang psikolog - dan "Social
Psychology : An Outline and Source Book , ditulis oleh E.A. Ross -
seorang sosiolog. Berdasarkan latar belakang penulisnya maka dapat dipahami
bahwa psikologi sosial bisa di"claim" sebagai bagian dari psikologi,
dan bisa juga sebagai bagian dari sosiologi.
Publikasi
lain yang dianggap fenomenal dalam kelahiran psikologi social adalah tulisan dari Floyd Allport pada tahun 1924. Dalam
tulisannya Allport terlihat berorientasi modern, setidaknya dalam padangan saat
ini. Argumentasinya terbukti bahwa tingkah laku social berakar dari berbagai
factor, mulai dari kehadiran orang lain hingga penggunaan metode eksperimental
untuk penelitian psikologi social. Ia juga mengangkat isu yang ternyata di
kemudian hari masih diperbincangkan dan didiskusikan misalnya konformitas dan
emosi seseorang yang terlihat dari ekspresi wajah.
Tokoh
lain yang berpengaruh pada perkembangan psikologi adalah Kurt Lewin. Lewin
dengan Teorinya field Theori (teori lapangan) mengembangkan
bagaimana perilaku terbentuk. Dia memberikan rumusan teoritis B = f (P,E).
Tingkah laku (B: Behavioral) merupakan hasil dari fungsi (f) individu (P) dan
lingkungan (E: Environment).
Psikologi
sosial juga merupakan pokok bahasan dalam sosiologi karena dalam sosiologi
dikenal ada dua perspektif utama, yaitu perspektif struktural makro yang
menekankan kajian struktur sosial, dan perspektif mikro yang menekankan pada
kajian individualistik dan psikologi sosial dalam menjelaskan variasi perilaku
manusia.. Di Amerika disiplin ini banyak dibina oleh jurusan sosiologi - di American
Sociological Association terdapat satu bagian yang dinamakan "social
psychological section", sedangkan di Indonesia, secara formal disiplin
psikologi sosial di bawah binaan fakultas psikologi, namun dalam prakteknya
tidak sedikit para pakar sosiologi yang juga menguasai disiplin ini sehingga
dalam berbagai tulisannya, cara pandang psikologi sosial ikut mewarnainya
Tahun
1970 dan 1980-an merupakan puncak masa pendewaan psikologi social. Ragam topic
penelitiannya juga meluas. Misalnya, kita temui atribusi, sikap, perbedaan
geder, psikolgi lingkungan, psikologi politik dan masih banyak lagi yang
lainnya.
Di masa depan, penelitian akan
mengarah pada kognisi dan penerapan psikologi social dengan menggunakan
perfektif kebudayaan. Factor kognisi berupa atribusi, sikap, stereotip, prasangka dan
disonansi kognitif (Baron dan Byrne, 1994; Glassman dan Hadd, 2004) adalah
dasar dari tingkah laku sosial manusia. Ketertarikan untuk mengembangkan faktor
ini dalam psikologi sosial berkembang pada tahun 1970-an. Perpektif kebudayaan
dan sosial sebagai tingkat analisis utama. Hal ini terlihat pada perkembangan
identitas sosial, representasi sosial dan sebagainya.
Kelahiran psikologi di Indonesia menjadi awal dari
keberadaan psikologi sosial di Indonesia. Diawali dengan munculnya bagian
psikologi sosial di fakultas psikologi di Universitas Indonesia pada tahun
1967. Kelahirannya
di Indonesia bersamaan dengan masa-masa berkembangnya psikologi sosial di
dunia. Selanjutnya, ditahun yang sama, fakultas psikologi Universitas Indonesia
mengembangkan bagian psikologi sosial yang kemudian menghasilkan para
peneliti-peneliti awal psikologi sosial di Indonesia.
Psikologi social merupakan
perkembangan ilmu pengetahuan yang baru dan merupakan cabang dari ilmu
pengetahuan psikologi pada umumnya. Ilmu tersebut menguraikan tentang
kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosial. Dari
berbagai pendapat tokoh-tokoh tentang pengertian psikologi social dapat
disimpulkan bahwa psikologi sosial adalah suatu studi ilmiah tentang pengalaman
dan tingkah laku individu-individu dalam hubungannya dengan situasi sosial.
Sedangkan latar belakang timbulnya
psikologi sosial, banyak beberapa tokoh berpendapat, semisal, Gabriel Tarde
mengatakan, pokok-pokok teori psikologi sosial berpangkal pada proses imitasi
sebagai dasar dari pada interaksi sosial antar manusia. Berbeda lagi dengan
Gustave Le Bon, bahwa pada manusia terdapat dua macam jiwa yaitu jiwa individu
dan jiwa massa yang masing-masing berlainan sifatnya.
Jiwa massa lebih bersifat primitif
(buas, irasional, dan penuh sentimen) dari pada sifat-sifat jiwa individu.
Berlaianan dengan Le Bon, Sigmund Freud berpendapat bahwa jiwa massa itu
sebenarnya sudah terdapat dan tercakup oleh jiwa individu, hanya saja sering
tidak disadari oleh manusia itu sendiri karena memang dalam keadaan terpendam.
Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh yang berpendapat dalam buku yang mempunyai
pengaruh terhadap perkembangan psikologi sosial.
Pada tahun 1950 dan 1960 psikologi
sosial tumbuh secara aktif dan program gelar dalam psikologi dimulai
disebagaian besar universitas . Dasar mempelajari psikologi sosial berdasarkan
potensi –potensi manusia, dimana potensi ini mengalami proses perkembangan
setelah individu itu hidup dalam lingkungan masyarakat. Potensi-potensi
tersebut antara lain:
1.
kemampuan menggunakan bahasa
2.
adanya sikap etik
3.
hidup dalam 3 dimensi (dulu,
sekarang, akan datang )
Ketiga pokok di atas biasa disebut
sebagai syarat human minimum. Dengan demikian yang tidak memenuhi human minimum
dengan sendirinya sukar digolongkan sebagai masyarakat. Obyek manusia
mempelajari psikologi sosial adalah kegiatan-kegiatan sosial / gejala-gejala
sosial. Sedangkan metode sosial antara lain : a. Metode Eksperimen, b. Metode
survey, c. Metode Observasi, d. Metode diagnostik – psychis, e. Metode
sosiometri.
Sebagai ilmu yang obyeknya manusia,
maka terdapat saling hubungan antara psikologi sosial dengan ilmu-ilmu lain
yang obyeknya juga manusia seperti misalnya : Ilmu hukum, Ekonomi, sejarah, dan
yang paling erat hubungannya adalah sosiologi. Letak psikologi sosial dalam
sistematik psikologi termasuk dalam psikologi yang bersifat empirik dan
tergolong psikologi khusus yaitu psikologi yang menyelidiki dan yang
mempelajari segi-segi kekhususan dari hal-hal yang bersifat umum dipelajari
dalam lapangan psikologi khusus. Sedangkan kedudukan psikologi sosial didalam
lapangan psikologi termasuk dalam psikologi teoritis, sedangkan psikologi
sosial tergolong dalam psikologi teoritis.
Mengenai psikologi sosial terdapat
pertentangan faham diantara beberapa tokoh ilmu jiwa social yang dalam garis
besarnya dapat dikelompokan menjadi dua aliran yakni, aliran subyektifisme yang
menyatakan bahwa individulah yang membentuk masyrakat dalam segala tingkah
lakunya. Dan aliran kedua adalah, obyektivisme yang merupkan kebalikan dari
aliran subyektivisme, bahwa masyarakatlah yang menentukan individu.
Urutan
kronologi perkembangan psikologi social adalah sebagai berikut :
1.
1898: Gabriel de Tarde
mempublikasikan Etudes de Psychologie Sociale (Studies of Social Psychology) yang banyak
membahas tentang imitasi, dasar teori belajar sosial dan konformitas. Dan dalam
American Journal of Psychology, Norman Triplett menggambarkan eksperimen
yang berkaitan dengan fasilitasi sosial.
2.
1908 : Edward Ross dan William
McDougall mempublikasikan buku teks Psikologi
Sosial
3.
1918 – 1920 : para psikolog sosial
(W. I. Thomas dan F. Znaniecki’s) mulai mendefinisikan
ranah mereka. Sikap menjadi konsep utama.
4.
1921 : The Journal of Abnormal
Psychology menjadi The Journal of Abnormal and Social
Psychology
5.
1924: Floyd Allport mempublikasikan
pengaruh social
6.
1934 : George Herbert Mead
mempublikasikan bukunya yang berjudul Mind, Self and Society yang menekankan pada interaksi antara diri (self) dan
orang lain
7.
1935 : Buku pegangan Psikologi
Sosial untuk pertama kalinya diterbitkan dengan Carl Murchinson sebagai editornya.
8.
1936 : Muzafer Sherif
menjelaskan proses konformitas dalam The Psychology of Social Norms
9.
1939 : Kurt Lewin, bersama dengan
muridnya Ronald Lippit dan Ralph White, melaporkan
studi eksperimental mengenai gaya-gaya kepemimpinan. Pada tahun yang sama, Dollar-Miller mengenalkan teori
frustasi-agresi
10.
1941 : Dalam Social Learning and Imitation,
Neal Miller dan Jhon Dollar mengemukakan teori yang perluasan dari prinsip-prinsip
behavioristik dalam perilaku social.
11.
1945 : Kurt Lewin mengemukakan
penelitian tentang Dinamika Kelompok
12.
1954 : Buku pegangan Psikologi
Sosial edisi modern diterbitkan dengan Gardner Linzey sebagai editornya.
13.
1957 : Leon Festinger mempublikasikan
A Theory of Cognitive Dissonance, yang menampilkan
suatu model yang menekankan pada konsistensi antara pemikiran dan perilaku
14.
1958 : Fritz Heider
memberikan pondasi awal bagi teori atribusi melalui publikasi pada The Psychological of Interpersonal Behavior
15.
1959 : Jhon Thibaut dan
Harold Kelley mempublikasikan The Social Psychology of Group
yang merupakan pondasi bagi teori pertukaran social
16.
1965 : The Journal of Abnormal
and Social Psychology
terbagi dalam dua publikasi yang terpisah,
The Journal of Abnormal Psychology menjadi The Journal of Personality
and Social Psychology
17.
1985 : Edisi Ketiga buku pegangan Psikologi Sosial dipublikasikan dengan
Gardner Linzey dan Elliot
Aronson sebagai editornya.
C.
RUANG LINGKUP PSIKOLOGI SOSIAL
Psikologi sosial yang menjadi obyek studinya adalah
segala gerak-gerik atau tingkah laku yang timbul dalam konteks sosial atau
lingkungan sosialnya. Oleh karenanya masalah pokok yang dipelajari adalah
pengaruh sosial atau
perangsang sosial. Hal ini terjadi karena pengaruh sosial inilah yang mempengaruhi
tingkah laku individu. Berdasarkan inilah psikologi social membatasi diri
dengan mempelajari dan menyelidiki tingkah laku individu dalam hubungannya
dengan situasi perangsang sosial (Ahmadi, 2005).
Obyek pembahasan
dari psikologi sosial tidaklah berbeda dengan psikologi secara umumnya. Hal ini
bisa dipahami karena psikologi sosial adalah salah satu cabang ilmu dari
psikologi. Bila obyek pembahasan psikologi adalah manusia dan kegiatannya, maka
psikologi sosial adalah kegiatan-kegiatan sosialnya. Masalah yang dikupas dalam
psikologi umum adalah gejala-gejala jiwa seperti perasaan, kemauan, dan
berfikir yang terlepas dari alam sekitar. Sedangkan dalam psikologi sosial masalah yang dikupas adalah
manusia sebagai anggota masyarakat, seperti hubungan individu dengan individu
yang lain dalam kelompoknya.
Psikologi sosial
dalam membicarakan obyek pembahasannya dapat pula bersamaan dengan sosiologi.
Masalah-masalah sosial yang dibicarakan dalam sosiologi adalah kelompok-kelompok
manusia dalam satu kesatuan seperti macam-macam kelompok,
perubahan-perubahannya, dan macam-macam kepemimpinannya. Sedangkan dalam
psikologi sosial adalah meninjau hubungan individu yang satu dengan yang
lainnya seperti bagaimana pengaruh terhadap pimpinan, pengaruh terhadap
anggota, pengaruh terhadap kelompok lainnya. Persamaan-persamaan pembahasan
sebagaimana penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup pembahasan
psikologi sosial berada pada ruang antara psikologi dan sosiologi. Titik persinggungan
inilah yang dalam sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan memunculkan ilmu baru
dalam lapangan psikologi, yakni psikologi sosial. Psikologi sosial merupakan
bagian dari psikologi yang secara khusus mempelajari tingkah laku manusia atau kegiatan-kegiatan
manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosialnya. (Ahmadi, 2002)
D.
PERSPEKTIF DALAM
PSIKOLOGI SOSIAL
Ada empat
perspektif yang bisa digunakan untuk memahami perilaku sosial., yaitu : perilaku (behavioral perspectives) , kognitif (cognitive perspectives), stuktural (structural perspectives), dan interaksionis (interactionist
perspectives). Perspektif
perilaku dan kognitif lebih banyak digunakan oleh para psikolog sosial yang
berakar pada psikologi. Mereka sering menawarkan jawaban yang berbeda atas
sebuah pertanyaan : "Seberapa besar perhatian yang seharusnya diberikan
oleh para psikolog sosial pada kegiatan mental dalam upayanya memahami perilaku
sosial?". Perspektif perilaku menekankan, bahwa untuk dapat lebih memahami
perilaku seseorang, seyogyanya kita mengabaikan informasi tentang apa yang
dipikirkan oleh seseorang. Lebih baik kita memfokuskan pada perilaku seseorang
yang dapat diuji oleh pengamatan kita sendiri. Dengan mempertimbangkan proses mental
seseorang, kita tidak terbantu memahami perilaku orang tersebut, karena
seringkali proses mental tidak reliabel untuk memprediksi perilaku. Misalnya
tidak semua orang yang berpikiran negatif tentang sesuatu, akan juga
berperilaku negatif. Orang yang bersikap negative terhadap bangsa A misalnya,
belum tentu dia tidak mau melakukan hubungan dengan bangsa A tersebut. Intinya
pikiran, perasaan, sikap (proses mental) bukan sesuatu yang bisa menjelaskan perilaku
seseorang. Sebaliknya, perspektif kognitif menekankan pada pandangan bahwa kita
tidak bisa memahami perilaku seseorang tanpa mempelajari proses mental mereka.
Manusia tidak menanggapi lingkungannya secara otomatis. Perilaku mereka
tergantung pada bagaimana mereka berpikir dan mempersepsi lingkungannya. Jadi
untuk memperoleh informasi yang bisa dipercaya maka proses mental seseorang
merupakan hal utama yang bisa menjelaskan perilaku social seseorang.
Perspektif
struktural dan interaksionis lebih sering digunakan oleh para psikolog sosial
yang berasal dari disiplin sosiologi. Pertanyaan yang umumnya diajukan adalah :
" Sejauh mana kegiatan-kegiatan individual membentuk interaksi sosial
?". Perspektif struktural menekankan bahwa perilaku seseorang dapat
dimengerti dengan sangat baik jika diketahui peran sosialnya. Hal ini terjadi
karena perilaku seseorang merupakan reaksi terhadap harapan orang-orang lain. Seorang
ayah rajin bekerja mencari nafkah guna menghidupi keluarganya. Mengapa ? Karena
masyarakat mengharapkan dia berperilaku seperti itu, jika tidak maka dia tidak
pantas disebut sebagai "seorang ayah". Perspektif interaksionis lebih
menekankan bahwa manusia merupakan agen yang aktif dalam menetapkan perilakunya
sendiri, dan mereka yang membangun harapan-harapan sosial. Untuk lebih jelas, di bawah ini diuraikan
satu persatu keempat prespektif dalam psikologi sosial.
1. Perspektif Perilaku (Behavioral
Perspective)
Pendekatan
ini awalnya diperkenalkan oleh John B. Watson (1941, 1919). Pendekatan ini cukup
banyak mendapat perhatian dalam psikologi di antara tahun 1920-an s/d 1960-an.
Ketika Watson memulai penelitiannya, dia menyarankan agar pendekatannya ini
tidak sekedar satu alternatif bagi pendekatan instinktif dalam memahami
perilaku sosial, tetapi juga merupakan alternatif lain yang memfokuskan pada
pikiran, kesadaran, atau pun imajinasi.
Dalam hal ini
pandangan Watson berbeda dengan James dan Dewey, karena keduanya percaya bahwa proses mental dan juga perilaku yang
teramati berperan dalam menyelaskan perilaku sosial. Para "behaviorist"
memasukan perilaku ke dalam satu
unit yang dinamakan "tanggapan" (responses), dan lingkungan ke dalam unit
"rangsangan" (stimuli). Menurut penganut paham perilaku, satu
rangsangan dan tanggapan tertentu bisa berasosiasi satu sama lainnya, dan menghasilkan
satu bentuk hubungan fungsional. Contohnya, sebuah rangsangan " seorang
teman datang ", lalu memunculkan tanggapan misalnya,
"tersen-yum". Jadi seseorang tersenyum, karena ada teman yang datang kepadanya.
Para behavioris tadi percaya bahwa rangsangan dan tanggapan dapat dihubungkan
tanpa mengacu pada pertimbangan mental yang ada dalam diri seseorang.
Kemudian, B.F.
Skinner (1953,1957,1974) membantu mengubah fokus behaviorisme melalui percobaan
yang dinamakan "operant behavior" dan "reinforcement".
Yang dimaksud dengan "operant condition" adalah setiap
perilaku yang beroperasi dalam suatu lingkungan dengan cara tertentu, lalu
memunculkan akibat atau perubahan dalam lingkungan tersebut. Misalnya, jika
kita tersenyum kepada orang lain yang kita hadapi, lalu secara umum, akan
menghasilkan senyuman yang datangnya dari orang lain tersebut. Dalam kasus ini,
tersenyum kepada orang lain tersebut merupakan "operant behavior".
Yang dimaksud dengan "reinforcement" adalah proses di mana akibat
atau perubahan yang terjadi dalam lingkungan memperkuat perilaku tertentu di masa datang . Misalnya, jika kapan
saja kita selalu tersenyum kepada orang asing (yang belum kita kenal
sebelumnya), dan mereka tersenyum kembali kepada kita, maka muncul kemungkinan bahwa
jika di kemudian hari kita bertemu orang asing maka kita akan tersenyum. Perlu diketahui,
reinforcement atau penguat, bisa bersifat positif dan negatif. Contoh di atas merupakan
penguat positif. Contoh penguat negatif, misalnya beberapa kali pada saat kita bertemu
dengan orang asing lalu kita tersenyum dan orang asing tersebut diam saja atau
bahkan menunjukan rasa tidak suka, maka dikemudian hari jika kita bertemu orang
asing kembali, kita cenderung tidak tersenyum (diam saja).
2. Perspektif
Kognitif (The Cognitive Perspective)
Kita telah
memberikan indikasi bahwa kebiasaan (habit) merupakan penjelasan alternative
yang bisa digunakan untuk memahami perilaku sosial seseorang di samping instink
(instinct). Namun beberapa analis sosial percaya bahwa kalau hanya kedua
hal tersebut (kebiasaan dan instink) yang dijadikan dasar, maka dipandang
terlampau ekstrem - karena mengabaikan kegiatan mental manusia. Seorang
psikolog James Baldwin (1897) menyatakan bahwa paling sedikit ada dua bentuk peniruan,
satu didasarkan pada kebiasaan kita dan yang lainnya didasarkan pada wawasan kita atas diri kita sendiri
dan atas orang lain yang perilakunya kita tiru. Walau dengan konsep yang
berbeda seorang sosiolog Charles Cooley (1902) sepaham dengan pandangan
Baldwin. Keduanya memfokuskan perhatian mereka kepada perilaku sosial yang
melibatkan proses mental atau kognitif .
Kemudian banyak
para psikolog sosial menggunakan konsep sikap (attitude) untuk
memahami proses mental atau kognitif tadi. Dua orang sosiolog W.I. Thomas dan
Florian Znaniecki mendefinisikan psikologi sosial sebagai studi tentang sikap,
yang diartikannya sebagai proses mental individu yang menentukan tanggapan
aktual dan potensial individu dalam dunia sosial". Sikap merupakan
predisposisi perilaku.
3. Perspektif
Struktural
Telah kita catat
bahwa telah terjadi perdebatan di antara para ilmuwan sosial dalam hal menjelaskan
perilaku sosial seseorang. Untuk menjelaskan perilaku sosial seseorang dapat
dikaji sebagai sesuatu proses yang (1) instinktif, (2) karena kebiasaan,
dan (3) juga yang bersumber dari proses mental. Mereka semua tertarik,
dan dengan cara sebaik mungkin lalu menguraikan hubungan antara masyarakat
dengan individu. William James dan John Dewey menekankan pada penjelasan
kebiasaan individual, tetapi mereka juga mencatat bahwa kebiasaan individu mencerminkan
kebiasaan kelompok - yaitu adat-istiadat masyarakat - atau strutur sosial .
Para sosiolog yakin bahwa struktur sosial terdiri atas jalinan interaksi antar
manusia dengan cara yang relatif stabil. Kita mewarisi struktur sosial dalam
satu pola perilaku yang diturunkan oleh satu generasi ke generasi berikutnya,
melalui proses sosialisasi. Disebabkan oleh struktur sosial, kita mengalami
kehidupan sosial yang telah terpolakan.
James
menguraikan pentingnya dampak struktur sosial atas "diri" (self)
- perasaan kita terhadap diri kita sendiri. Masyarakat mempengaruhi diri - self.
Sosiolog lain Robert Park dari Universitas Chicago memandang bahwa masyarakat mengorganisasikan,
mengintegrasikan, dan mengarahkan kekuatan-kekuatan individu- individu ke dalam
berbagai macam peran (roles). Melalui peran inilah kita menjadi tahu
siapa diri kita. Kita adalah seorang anak, orang tua, guru, mahasiswa,
laki-laki, perempuan, Islam, Kristen. Konsep kita tentang diri kita tergantung
pada peran yang kita lakukan dalam masyarakat.
4. Perspektif
Interaksionis (Interactionist Perspective)
Seorang sosiolog
yang bernama George Herbert Mead (1934) yang mengajar psiokologi social pada
departemen filsafat Universitas Chicago, mengembangkan teori ini. Mead percaya
bahwa keanggotaan kita dalam suatu kelompok sosial menghasilkan perilaku
bersama yang kita kenal dengan nama budaya.
Dalam waktu yang bersamaan, dia juga mengakui bahwa individu-individu
yang memegang posisi berbeda dalam suatu kelompok, mempunyai peran yang berbeda
pula, sehingga memunculkan perilaku yang juga berbeda. Misalnya, perilaku
pemimpin berbeda dengan pengikutnya. Dalam kasus ini, Mead tampak juga seorang
strukturis. Namun dia juga menentang pandangan bahwa perilaku kita dipengaruhi
oleh lingkungan sosial atau struktur sosial. Sebaliknya Mead percaya bahwa kita
sebagai bagian dari lingkungan social tersebut juga telah membantu menciptakan
lingkungan tersebut. Lebih jauh lagi, dia member catatan bahwa walau kita sadar
akan adanya sikap bersama dalam suatu kelompok/masyarakat, namun hal tersebut
tidaklah berarti bahwa kita senantiasa berkompromi dengannya.
Mead juga tidak
setuju pada pandangan yang mengatakan bahwa untuk bisa memahami perilaku
sosial, maka yang harus dikaji adalah hanya aspek eksternal (perilaku yang
teramati) saja. Dia menyarankan agar aspek internal (mental) sama pentingnya
dengan aspek eksternal untuk dipelajari. Karena dia tertarik pada aspek
internal dan eksternal atas dua atau lebih individu yang berinteraksi, maka dia
menyebut aliran perilakunya dengan nama “social behaviorism”.
E. KONSEP
DASAR PSIKOLOGI SOSIAL DAN IMPLEMENTASINYA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT
·
Konsep Dasar Psikologi Sosial
Sebagaimana
ilmu-ilmu sosial, obyek pembahasan psikologi sosial adalah terpusat kepada
kehidupan manusia. Manusia adalah salah satu ciptaan Tuhan yang memiliki
kecerdasan, kesadaran, dan kemauan yang tinggi dibandingkan dengan
makhluk-makhluk-Nya yang lain. Kelebihan inilah yang mendorong manusia mampu
menguasai alam, menaklukkan makhluk yang lebih kuat, dan menciptakan segala
sesuatu yang dapat menyempurnakan dirinya. Hal ini bisa tercapai karena dalam
diri manusia terdapat potensi yang selalu mengalami proses perkembangan setelah
individu tersebut berinteraksi dengan lingkungannya. Potensi-potensi yang
dimiliki manusia sehingga membedakan dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya
adalah sebagai berikut (Ahmadi, 2002).
1. Kemampuan menggunakan bahasa
Kemampuan
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa ini hanyalah semata-mata terdapat pada
manusia dalam pengertian bisa merubah, menambah, dan mengembangkan bahasa yang
digunakan. Sedangkan pada binatang memang ada tetapi masih sangat sederhana
sekali dan terbatas pada bunyi suara yang merupakan isyarat atau tanda-tanda.
2. Adanya sikap etik
Dalam
setiap masyarakat pasti terdapat peraturan atau norma-norma yang mengatur
tingkah laku anggota-anggotanya baik itu masyarakat modern maupun masyarakat
yang masih terbelakang sekalipun norma tersebut merupakan ketentuan apakah
sesuatu perbuatan itu dipandang baik atau buruk. Norma tersebut tidak selalu
sama antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya sesuai dengan adat
kebiasaan, agama, dan perkembangan kebudayaan umumnya dimana dia hidup.
Individu sebagai anggota masyarakat berusaha untuk berbuat sesuai dengan norma
yang berlaku dalam masyarakat karena adanya sikap etik yang dimiliknya. Namun
demikian sesuai dengan tuntutan kebudayaan manusia berusaha untuk
menyempurnakan norma yang telah ada.
3. Hidup dalam 3 dimensi waktu
Manusia
memiliki kemampuan untuk hidup dalam 3 dimensi waktu. Manusia mampu mendasarkan
tingkah lakunya pada pengalaman masa lalunya, kebutahan-kebutuhan sekarang, dan
tujuan yang akan dicapai pada masa yang akan datang. Pengalaman-pengalaman masa
lalu merupakan pegangan bagi perbuatan-perbuatannya masa sekarang, sehingga
kesalahan yang sama tidak akan selalu terulang-ulang. Pengalaman-pengalaman
yang tidak baik diingat untuk tidak diperbuat lagi sedangkan
pengalaman-pengalaman yang baik dipegang untuk pedoman dalam
kegiatan-kegiatannya masa kini yang kemudian kegiatan tersebut diarahkan untuk
mencapai tujuan yang akan datang dengan sebaik-baiknya. Dengan perkataan lain
bahwa manusia dapat merencanakan apa yang akan diperbuat dan apa yang akan
dicapai.
Ketiga
potensi diatas oleh para ahli dijadikan sebagai syarat “ human minimum “. Oleh
karenanya bila tidak terdapat ketiga potensi ini maka akan sukar untuk dikelompokkan
sebagai masyarakat manusia. Pemahaman ini selanjutnya akan mendorong untuk
meningkatkan kecakapan dan potensi diri pribadinya. Dengan potensinya tersebut,
manusia juga disebut sebagai makhluk monopluralis. Disebut demikian karena
manusia dapat dipandang sebagai makhluk individu, sosial, dan ber-Tuhan.
1. Makhluk individu
Manusia
sebagai makhluk individual berarti manusia itu merupakan suatu totalita.
Individu berasal dari kata in-dividere, yang berarti tidak dapat dipecah-pecah.
Dalam aliran modern, ditegaskan bahwa jiwa manusia itu merupakan satu kesatuan
jiwa raga yang berkegiatan secara keseluruhan.
2.
Makhluk sosial
Manusia
tidaklah mungkin hidup sendiri tanpa adanya komunikasi dengan manusia yang
lainnya. Sejak dilahirkan manusia membutuhkan bantuan orang lain, ia memerlukan
bantuan makan, minum, dan memenuhi kebutuhan biologisnya. Demikian pula setelah
tumbuh lebih besar, berbicara, belajar, berjalan, mengenal benda, mengenal
norma, dan sebagainya selalu membutuhkan bantuan orang lain di sekitarnya.
3.
Makhluk ber –Tuhan
Sebagai manusia yang beragama, dalam
kehidupannya tidak bisa dilepaskan dari pengakuan terhadap Tuhan. Hanya mereka
yang tergolong atheis saja yang tidak mengakui adanya Tuhan.
·
Implementasi Psikologi Sosial dalam
Kehidupan Masyarakat
Implementasi
psikologi sosial adalah penerapan hasil studi psikologi sosial dalam membantu
memecahkan problematika sosial yang terjadi pada kehidupan sehari-hari
masyarakat. Dalam setiap masalah atau kasus yang terjadi di masyarakat pada
umumnya disebabkan adanya ketidakseimbangan perhatian atau pembinaan terhadap
kedua aspek yang ada dalam diri manusia, yakni : aspek jasmani (raga) dan aspek
rohani (jiwa). Keseimbangan kedua aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap
setiap perilaku individu ketika menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam
berinteraksi dengan masyarakatnya. Terkait hal di atas dapat dicontohkan dalam
kasus sebagai berikut : seorang remaja yang berusia 18 tahun yang sedang duduk
di bangku SMA memiliki sifat introvert. Lingkungan yang keras dan minimnya
pengetahuan tentang keagamaan telah membesarkannya menjadi orang yang mudah
terpengaruh pada
situasi dan kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain dari lingkungan
sekitarnya, kasus yang terjadi pada anak ini juga dilator belakangi oleh keadaan
keluarganya yang broken home sehingga mengakibatkan pengaruh-pengaruh yang
buruk dari lingkungan keluarga juga dengan mudah memasuki kehidupannya. Hampir
tiap malam anak ini bergaul dengan teman di lingkungannya yang sering berjudi
dan mabuk-mabukan sehingga proses pendidikannya terganggu.
Terkait
dengan kasus kenakalan remaja di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pengaruh lingkungan yang buruk dan kurangnya perhatian orang tua (broken home)
sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa keagamaan dan kerohanian pada
diri anak. Dalam hal ini yang paling utama adalah penanaman jiwa keagamaan anak
sejak dini. Jadi, peranan keagamaan pada diri anak sangat penting dalam
kehidupannya, karena dengan pendidikan agama diharapkan dapat menyaring segala
sesuatu yang bersifat negative dalam kehidupan bermasyarakat (Arifin, 2004). Studi pada kasus diatas memberikan ilustrasi
bahwa betapa besarnya pengaruh lingkungan terhadap perilaku individu dalam
kelompok sosial. Psikologi sosial dalam hal ini membantu memberikan pemecahan
persoalannya dengan upaya pendidikan keagamaan. Perangsang sosial yang berupa
pendidikan keagamaan dan lingkungan sosial yang penuh dengan kekeluargaan
diharapkan mampu merubah perilaku individu menjadi lebih baik, sehingga secara
bertahap persoalan mendasar dari pengaruh buruk lingkungan akan terkikis dan
tergantikan dengan pengaruh yang baik dari pendidikan keagamaan.
KESIMPULAN
1.
Psikologi sosial adalah suatu studi tentang hubungan
antara manusia dan kelompok. Secara sederhana objek material dari psikologi
sosial adalah fakta-fakta, gejala-gejala serta kejadian-kejadian dalam
kehidupan sosial manusia.
2.
Obyek
pembahasan dari psikologi sosial tidaklah berbeda dengan psikologi secara
umumnya. Bila
obyek pembahasan psikologi adalah manusia dan kegiatannya, maka psikologi
sosial adalah kegiatan-kegiatan sosialnya.
3. Ada empat
perspektif yang bisa digunakan untuk memahami perilaku sosial., yaitu : perilaku (behavioral perspectives) , kognitif (cognitive perspectives), stuktural (structural perspectives), dan interaksionis (interactionist
perspectives).
4. Psikologi social memandang bahwa manusia memiliki potensi dasar yang
selalu mengalami proses perkembangan setelah individu tersebut berinteraksi
dengan lingkungannya, berupa kemampuan menggunakan bahasa, adanya sikap etik
dan kemampuan hidup dalam 3 dimensi waktu.
5. Implementasi
psikologi sosial adalah penerapan hasil studi psikologi sosial dalam membantu
memecahkan problematika sosial yang terjadi pada kehidupan sehari-hari
masyarakat. Implementasi
psikologi sosial dalam kehidupan masyarakat mengutamakan prinsip keseimbangan
pada dua aspek yang ada dalam diri manusia, yakni : aspek jasmani (raga) dan
aspek rohani (jiwa). Keseimbangan kedua aspek tersebut sangat berpengaruh
terhadap setiap perilaku individu ketika menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi dalamberinteraksi dengan masyarakatnya
DAFTAR PUSTAKA
http://www.psychologymania.com/2011/09/sejarah-dan-defenisi-psikologi-sosial.html
Ahmadi,
Abu. 1999. Psikologi Sosial. Jakarta
: Rineka Cipta
1.
MUHAMMAD YUSRAN F1D2
10 127
2.
RIBKA BANNE F1D2
10 088
3.
WALDIAN ASTRIC ARIFIN F1D2 10 046
4.
RAFIKA F1D2
10 011
5.
WAODE KASRAWATI F1D2
10 012
6.
HARNIATI F1D2
10 017
7.
WAODE TATI SURYATI F1D2
10 089
8.
ALISIA WITANTI F1D2
10 090
9.
TOMMY PRAYOGO F1D2
10 091
10. ANA MAINA REZKY F1D2
10 112
11. SON SUPU F1D2
10 100
12. MUHAMMAD
SAHIDDIN F1D2
10 123
13. ARSALAM F1D2
10 133
14. IIN NOVIANI F1D2
10 028
15. TRIA SARAS
PERTIWI F1D2
10 029
16. NURSANTI ZULFIAH F1D2
10 181
17. HALTIN F1D2
10 103
18. RIFAN CAHYADI F1D2
10 104
19. RAHMAWATI
OKTARINI F1D2
10 125
20. AHMAD NOOR F1D2
10 126
21. SITI ATIAH
QODRAT TIA F1D2
10 055
22. DINA AMALIA
ZAINUDDIN F1D2
11 004
23. AMURAJI F1D2
11 057
24. FAUZIAH RAHMA F1D2
11 079
25. MAUZUN F1D2
10 170
26. AYU RAHAYU F1D2
10 157