AKUNTANSI RUMAH SAKIT SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM (BLU)
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Rumah Sakit
Pemerintah merupakan unit kerja dari Instansi Pemerintah yang memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum. Permasalahan yang selalu timbul
adalah sulitnya meramalkan kebutuhan pelayanan yang diperlukan masyarakat
maupun kebutuhan sumber daya untuk mendukungnya. Di lain pihak Rumah Sakit
harus siap setiap saat dengan sarana, prasarana tenaga maupun dana yang
dibutuhkan untuk mendukung pelayanan tersebut. Di samping itu Rumah Sakit
sebagai unit sosial dihadapkan pada semakin langkanya sumber dana untuk
membiayai kebutuhannya, padahal di lain pihak Rumah Sakit diharapkan dapat
bekerja dengan tarif yang dapat terjangkau oleh masyarakat luas. (Henni
Djuhaeni, 2006)
Amanat UU No
44/2009 tentang Rumah Sakit bahwa tahun 2011 diharapkan semua Rumah Sakit
pemerintah (RS Vertikal maupun RSUD) sudah menjadi BLU/BLUD. Positioning saat
ini dimana tahun 2011 sudah hampir berakhir, semua Rumah Sakit berusaha mempersiapkan
diri untuk menjadi BLU/BLUD dengan persiapan yang minim. (PERSI, 2011)
Dengan perubahan
sistem keuangan Rumah Sakit serta sistem keuangan Pemerintah secara keseluruhan
diharapkan dana yang dikelola oleh Rumah Sakit akan menjadi lebih besar dan
terus meningkat sejalan dengan peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
serta persiapan Badan Layanan Umum dari tahun ke tahun. Kondisi ini selain akan
membawa pengaruh positif bagi peningkatan pelayanan, tetapi juga membuka
peluang untuk timbulnya ekses negatif penyalahgunaan dalam pengelolaan keuangan
negara. Untuk itu diperlukan berbagai upaya dalam mengatasinya. (Henni
Djuhaeni, 2006)
Paradigma baru
tentang pengelolaan keuangan negara sesuai dengan paket peraturan
perundang-undangan di bidang keuangan negara, mengandung tiga kaidah manajemen
keuangan Negara, yaitu: orientasi pada hasil (mutu layanan), profesionalitas
serta akuntabilitas dan transparansi. (PERSI, 2011)
Pada tahun 2005
dikeluarkan PP No. 23/2005 dan Permendagri No 61/2007 yang mengatur tentang
pengelolaan keuangan pada BLU dimana semua Rumah Sakit pemerintah harus berubah
statusnya menjadi BLU/BLUD. Aturan ini menjadi landasan hukum bagi RS
pemerintah untuk lebih otonom dibidang keuangan. Dengan demikian, prinsip
efisiensi harus menjadi bagian dari sistem manajemen. Ini juga menjadi starting
point untuk meningkatkan sistem manajemen di rumah sakit pemerintah dalam
pengelolaan yang lebih berjiwa enterpreneurship dengan menerapkan konsep bisnis
secara sehat. PP No 23/2005 dan Permendagri No 61/2007 secara eksplisit menyebutkan
bahwa ada persyaratan substanif, teknis dan administratif bagi BLU, termasuk
RS, Bapelkes, Puskesmas dan organisasi pelayanan kesehatan lainnya. Persyaratan
administratif sesuai dengan UU No. 23/2005 maupun Permendagri No 61/2007
tersebut adalah dokumen-dokumen berikut: 1) Pernyataan kesanggupan untuk
meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan dan manfaat bagi masyarakat; 2) Pola
tata kelola (hospital by law dan clinical by law); 3) Rencana strategis bisnis
(Renstra); 4) Laporan keuangan pokok; 5) Standar pelayanan minimum (SPM); 6)
Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.
(PERSI, 2011)
Selain tersebut
di atas, ada beberapa prasyarat lain yang harus dipersiapkan segera untuk
mendukung pola pengelolaan keuangan BLU yaitu : 1) Pola tarif berbasis unit
cost dan mutu layanan (Unit Cost dan
Tarif); 2) RBA (Rencana Bisnis Anggaran) berbasis akuntansi biaya; 3)
Remunerasi; 4) Sistem Akuntansi dan Keuangan Lembaga-lembaga pelayanan publik
seperti RS, Bapelkes, Puskesmas dan sebagainya membutuhkan status BLU untuk
meningkatkan kinerjanya. (PERSI, 2011)
Namun saat ini
berbagai daerah masih memerlukan penjelasan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
PP No. 23/2005 maupun Permendagri 61/2007 bagi lembaga-lembaga tersebut.
Demikian juga dengan konsekuensi lain jika RSD menjadi BLU, yang saat ini belum
diatur dalam PP No. 23/2005 maupun Permendagri 61/2007 tersebut. Dibutuhkan
upaya yang keras dan hati-hati untuk mempersiapkan lembaga-lembaga pelayanan
publik di daerah untuk menjadi BLU/BLUD. Persyaratan substantif, teknis maupun
administratif yang dicantumkan dalam PP No. 23/2005 maupun Permendagri 61/2007
bukan sekedar dokumen-dokumen kelengkapan yang harus disediakan oleh manajemen
RS. Dalam berbagai persyaratan tersebut terkandung janji yang harus dipenuhi
dalam suatu periode tertentu, yang tidak mudah dipenuhi jika tidak dibarengi
dengan konsistensi dan komitmen yang tinggi. Namun demikian, mempersiapkan dokumen-dokumen
pendukung itupun merupakan tantangan tersendiri bagi rumah sakit. (PERSI, 2011)
Sesuai
dengan Pasal 68 dan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, yang pada prinsipnya mengatur bahwa instansi pemerintah
yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat
menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan
produktivitas, efisiensi dan efektivitas sebagai Badan Layanan Umum (BLU). Dengan
pola pengelolaan keuangan BLU, fleksibilitas diberikan dalam rangka pelaksanaan
anggaran, termasuk pola pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas dan
pengadaan barang/jasa. Kepada BLU juga diberikan kesempatan untuk
memperkerjakan tenaga profesional Non-PNS serta kesempatan pemberian imbalan
jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya. Tetapi sebagai pengimbang, BLU
dikendalikan secara ketat dalam perencanaan dan penganggarannya, serta
pertanggungjawabannya. (KEMDIKBUD, 2012)
Akuntansi Rumah
Sakit yang merupakan salah satu kegiatan dari manajemen keuangan adalah salah
satu sasaran pertama yang harus diperbaiki agar dapat memberikan data dan
informasi yang akan mendukung para manajer Rumah Sakit dalam pengambilan
keputusan maupun pengamatan serta pengendalian kegiatan Rumah Sakit. (Henni
Djuhaeni, 2006)
Berdasarkan
latar belakang di atas, penulis akan membahas lebih lanjut pada bab pembahasan
mengenai bagaiamana akuntansi Rumah Sakit sebagai Badan Layanan Umum (BLU).
1.2
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan
masalah yang diangkat pada penulisan karya tulis ini adalah :
a.
Apakah yang dimaksud dengan Rumah Sakit
sebagai Badan Layanan Umum (BLU)?
b.
Apa yang menjadi dasar hukum BLU?
c.
Apa saja yang menjadi persyaratan BLU?
d.
Bagaimana pola pengelolaan keuangan BLU?
e.
Bagaimana tarif dan biaya satuan BLU?
f.
Bagaimana perencanaan dan penganggaran
BLU?
g.
Bagaimana pengelolaan keuangan dan
barang BLU?
h.
Bagaimana penyelesaian kerugian BLU?
i.
Bagaimana akuntansi, pelaporan dan
pertanggungjawaban BLU?
j.
Bagaimana pembinaan, pengawasan dan
pemeriksaan BLU?
k.
Apa manfaat akuntansi Rumah Sakit sebagai
BLU?
1.3
Tujuan
Tujuan dari
penulisan karya tulis ini adalah untuk mengetahui akuntansi Rumah Sakit sebagai
Badan Layanan Umum (BLU) serta konsep secara umum mengenai akuntansi BLU
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Rumah Sakit Sebagai Badan Layanan
Umum (BLU)
Badan
layanan umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan atau jasa
yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Berdasarkan
PP No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, tujuan
BLU adalah meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan
fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip eknomi dan
produktivitas dan penerapan praktik bisnis yang sehat. Praktik bisnis yang
sehat artinya berdasarkan kaidah manajemen yang baik mencakup perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan pertanggungjawaban.
Secara umum asas badan layanan umum
adalah pelayanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang
didelegasikan, tidak terpisah secara hukum dari instansi induknya.
Asas
BLU yang lainnya adalah:
a.
Pejabat BLU bertanggungjawab atas
pelaksanaan kegiatan layanan umum kepada pimpinan instansi induk,
b.
BLU tidak mencari laba,
c.
Rencana kerja, anggaran dan laporan BLU
dan instansi induk tidak terpisah,
d.
Pengelolaan sejalan dengan praktik
bisnis yang sehat.
Diterbitkannya
Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum (BLU) adalah sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 69 ayat (7)
UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. PP tersebut bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan publik oleh Pemerintah, karena sebelumnya tidak ada
pengaturan yang spesifik mengenai unit pemerintahan yang melakukan pelayanan
kepada masyarakat yang pada saat itu bentuk dan modelnya beraneka macam. Jenis
BLU disini antara lain rumah sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi,
penyiaran, dan lain-lain. Rumah sakit sebagai salah satu jenis BLU merupakan
ujung tombak dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Namun, tak sedikit keluhan
selama ini diarahkan pada kualitas pelayanan rumah sakit yang dinilai masih
rendah.
Ini
terutama rumah sakit daerah atau rumah sakit milik pemerintah. Penyebabnya
sangat klasik, yaitu masalah keterbatasan dana yang dimiliki oleh rumah sakit
umum daerah dan rumah sakit milik pemerintah, sehingga tidak bias mengembangkan
mutu layanannya, baik karena peralatan medis yang terbatas maupun kemampuan
sumber daya manusia (SDM) yang rendah.
Perkembangan
pengelolaan rumah sakit, baik dari aspek manajemen maupun operasional sangat dipengaruhi
oleh berbagai tuntutan dari lingkungan, yaitu antara lain bahwa rumah sakit
dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan biaya pelayanan
kesehatan terkendali sehingga akan berujung pada kepuasan pasien. Tuntutan lainnya adalah pengendalian biaya.
Pengendalian biaya merupakan masalah yang kompleks karena dipengaruhi oleh
berbagai pihak yaitu mekanisme pasar, tindakan ekonomis, sumber daya manusia
yang dimiliki (profesionalitas) dan yang tidak kalah penting adalah
perkembangan teknologi dari rumah sakit itu sendiri. Rumah sakit pemerintah
yang terdapat di tingkat pusat dan daerah tidak lepas dari pengaruh
perkembangan tuntutan tersebut.
Dipandang
dari segmentasi kelompok masyarakat, secara umum rumah sakit pemerintah
merupakan layanan jasa yang menyediakan untuk kalangan menengah ke bawah,
sedangkan rumah sakit swasta melayani masyarakat kelas menengah ke atas. Biaya
kesehatan cenderung terus meningkat,dan rumah sakit dituntut untuk secara
mandiri mengatasi masalah tersebut. Peningkatan biaya kesehatan menyebabkan
fenomena tersendiri bagi rumah sakit pemerintahan karena rumah sakit pemerintah
memiliki segmen layanan kesehatan untuk kalangan menengah ke bawah. Akibatnya
rumah sakit pemerintah diharapkan menjadi rumah sakit yang murah dan bermutu.
Standar
Pelayanan dan Tarif Layanan Rumah Sakit
Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/BLUD menggunakan standar pelayanan
minimum yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati /walikota
sesuai dengan kewenangannya, harus mempertimbangkan kualitas layanan,
pemerataan dan kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan
layanan.
Rumah
Sakit Sebagai BLU ditinjau dari aspek pelaporan keuangan dan pertanggungjawabannya
bahwa paket undang-undang bidang keuangan Negara merupakan paket reformasi yang
signifikan di bidang keuangan negara yang kita alami sejak kemerdekaan.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menekankan
basis kinerja dalam penganggaran, member landasan yang penting bagi orientasi
baru tersebut di Indonesia.
Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka koridor baru bagi
penerapan basis kinerja dalam penganggaran di lingkungan pemerintah. Instansi
pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya member pelayanan kepada masyarakat
dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas,
efisiensi, dan efektivitas dalam segala aktivitasnya. Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD), diharapkan menjadi contoh konkrit yang menonjol dari penerapan
manajemen keuangan berbasis pada hasil (kinerja). Peluang ini secara khusus
menyediakan kesempatan bagi satuan-satuan kerja pemerintah yang melaksanakan
tugas operasional pelayanan publik, untuk membedakannya dari fungsi pemerintah
sebagai regulator dan penentu kebijakan.
Dalam
hal konsolidasi laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah dengan laporan
keuangan kementerian negara/lembaga, maupun laporan keuangan pemerintah daerah,
maka rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU/BLUD mengembangkan sub sistem
akuntansi keuangan yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan SAP
Berdasarkan PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan
Keuangan Badan Layanan Umum dan sesuai pula dengan Pasal 27 PP No. 23 tahun
2005, maka rumah sakit pemerintah daerah dalam rangka pertanggung jawaban atas
pengelolaan keuangan dan kegiatan pelayanannya, menyusun dan menyajikan : 1)
Laporan Keuangan; dan 2) Laporan Kinerja.Laporan Keuangan tersebut paling
sedikit terdiri dari: (1) Laporan Realisasi Anggaran dan atau Laporan
Operasional; (2) Neraca; (3) Laporan Arus Kas; dan (4) Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan
Keuangan rumah sakit pemerintah daerah sebelum disampaikan kepada entitas
pelaporan direview oleh satuan pemeriksaan intern, namun dalam hal tidak
terdapat satuan pemeriksaan intern, review dilakukan oleh aparat pengawasan
intern kementerian negara/ lembaga. Review ini dilaksanakan secara bersamaan
dengan pelaksanaan anggaran dan penyusunan Laporan Keuangan BLU. Sedangkan
Laporan Keuangan tahunan BLU diaudit oleh auditor eksternal.
Dengan
implementasi perubahan kelembagaan menjadi badan layanan umum, dalam aspek
teknis keuangan diharapkan rumah sakit akan memberi kepastian mutu dan
kepastian biaya menuju pada pelayanan kesehatan yang lebih baik. Pendapatan dan
belanja BLU tetap merupakan bagian APBD dengan aset yang tidak dipisahkan.
Namun lembaga ini tidak mengutamakan mencari keuntungan semata, lebih
memprioritaskan pelayanan masyarakat. Selain itu, peran pemerintah daerah dalam
pembiayaan juga tetap. BLU di sini beroperasi sebagai unit kerja pemerintah
daerah bertujuan memberikan layanan umum
yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi
induk bersangkutan. Sesuai dengan asas yang diamanatkan, BLU mengelola
penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek bisnis yang sehat.
Rumah
Sakit Pemerintah Daerah yang telah
menjadi BLU/ BLUD menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh
menteri/ pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya,
harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan,
biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan. Dalam hal rumah sakit
pemerintah di daerah (RSUD) maka standar pelayanan minimal ditetapkan oleh
kepala daerah dengan peraturan kepala daerah.
Rumah
Sakit Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/BLUD dapat memungut biaya kepada
masyarakat sebagai imbalan atas barang/ jasa layanan yang diberikan. Imbalan
atas barang/jasa layanan yang diberikan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif
yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per
investasi dana.
Rumah
sakit BLU memperoleh dana APBN untuk biaya operasional dan belanja modal. Biaya
operasional biasanya digunakan untuk biaya gaji pegawai dan biaya pemeliharaan
aktiva tetap. Sedangkan belanja modal adalah pengeluaran untuk pembelian tanah
dan pembangunan gedung, yang dikapitalisasi di Neraca dan dicatat sebagai
penambahan Aktiva Tetap. Pada saat pembuatan RBA, BLU mengajukan rencana bisnis
dan anggaran ke departemen induk untuk mendapat persetujuan. Departemen induk
akan memasukkan anggaran yang diminta dalam Rencana Kerja dan Anggaran
(selanjutnya disebut RKA) departemen yang bersangkutan. RBA BLU
dikonsolidasikan dengan RKA dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
RKA Kementerian/Lembaga.
2.2 Dasar Hukum BLU
2.2.1
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah
a.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara;
b.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, pasal 68 dan 69;
c.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
d.
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;
2.2.2 Peraturan Menteri Keuangan
a.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.02/2006
tentang Persyaratan Administratif Dalam Rangka Pengusulan dan Penetapan Satuan Kerja
Instansi
b.
Pemerintah untuk Menerapkan Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum (dicabut dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
119/PMK.05/2007);
c.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.02/2006
tentang Kewenangan Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum;
d.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.02/2006
tentang Pembentukan Dewan Pengawas pada Badan Layanan Umum (dicabut dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.05/2007);
e.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.02/2006
tentang Pedoman Penetapan Remunerasi bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas,
dan Pegawai Badan Layanan Umum sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.05/2007;
f.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66/PMK.02/2006
tentang Tata Cara Penyusunan, Pengajuan, Penetapan, dan Perubahan Rencana
Bisnis dan Anggaran serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum
(dicabut dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.05/2009);
g.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.05/2007
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.02/2006 Tentang
Pedoman Penetapan Remunerasi bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan
Pegawai Badan Layanan Umum;
h.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
109/PMK.05/2007 tentang Pembentukan Dewan Pengawas pada Badan Layanan Umum;
i.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
119/PMK.05/2007 tentang Persyaratan Administratif dalam Rangka Pengusulan dan
Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah untuk Menerapkan Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum;
j.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008
tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BLU;
k.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.05/2008
tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bergulir Pada Kementrian Negara/Lembaga
(diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.05/2009);
l.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
197/PMK.05/2008 tentang Tata Cara Revisi DIPA untuk Satuan Kerja BLU Tahun
Anggaran 2008;
m.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.05/2009
tentang Rencana Bisnis dan Anggaran serta Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan
Umum (dicabut dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.05/2011);
n.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.05/2009
tentang Pengelolaan Pinjaman pada BLU;
o.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
217/PMK.05/2009 tentang Pedoman Pemberian Bonus Atas Prestasi bagi Rumah Sakit
Eks-Perjan yang Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;
p.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
218/PMK.05/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
99/PMK.05/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bergulir Pada Kementrian
Negara/Lembaga;
q.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
230/PMK.05/2009 tentang Penghapusan Piutang BLU;
r.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.05/2011
tentang Rencana Bisnis dan Anggaran serta Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan
Umum;
2.2.3 Peraturan Dirjen Perbendaharaan
a.
Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor
PER-30/PB/2011 tentang Mekanisme Pengesahan Pendapatan dan Belanja Satuan Kerja
Badan Layanan Umum;
b.
Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor
PER-55/PB/2011 tentang Tata Cara Revisi Rencana Bisnis dan Anggaran Definitif
dan Revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum;
2.3 Persyaratan BLU
2.3.1 Persyaratan Substantif
a.
Menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi yang
berhubungan dengan:
1) Penyediaan
barang atau jasa layanan umum, seperti pelayanan di bidang kesehatan,
penyelenggaraan pendidikan, serta pelayanan jasa penelitian dan pengembangan
(litbang);
2) Pengelolaan
wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau
layanan umum seperti otorita dan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet);
atau
3) Pengelolaan
dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi atau pelayanan kepada masyarakat,
seperti pengelola dana bergulir untuk usaha kecil dan menengah.
b.
Bidang layanan umum yang diselenggarakan
bersifat operasional yang menghasilkan semi barang/jasa publik (quasi public goods)
c.
Dalam kegiatannya tidak mengutamakan
keuntungan.
2.3.2 Persyaratan Teknis
a.
Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan
fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana
direkomendasikan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan
kewenangannya; dan
b.
Kinerja keuangan satker instansi yang
bersangkutan sehat sebagaimana ditunjukan dalam dokumen usulan penetapan BLU.
2.3.3. Persyaratan Administratif
a.
Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan
kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat.
Pernyataan
tersebut disusun sesuai dengan format yang tercantum dalam lampiran Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.05/2007 dan bermaterai, ditandatangani oleh
pimpinan satker Instansi Pemerintah yang mengajukan usulan untuk menerapkan
PPK-BLU dan disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga terkait.
b.
Pola tata kelola.
Merupakan
peraturan internal satuan kerjaInstansi Pemerintah yang menetapkan:
1) organisasi
dan tata laksana, yang memuat antara lain struktur organisasi, prosedur kerja,
pengelompokan fungsi yang logis, ketersediaan dan pengembangan sumber daya
manusia;
2) akuntabilitas,
yaitu mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepada satuan kerja Instansi Pemerintah
bersangkutan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik,
meliputi akuntabilitas program, kegiatan, dan keuangan;
3) transparansi,
yaitu adanya kejelasan tugas dan kewenangan, dan ketersediaan informasi kepada
publik.
c. Rencana strategis bisnis, mencakup:
1)
visi, yaitu suatu gambaran yang menantang
tentang keadaan masa depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan;
2)
misi, yaitu sesuatu yang harus diemban atau
dilaksanakan sesuai visi yang ditetapkan, agar tujuan organisasi dapat
terlaksana dan berhasil dengan baik;
3)
program strategis, yaitu program yang berisi
proses kegiatan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun
waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun dengan memperhitungkan potensi,
peluang, dan kendala yang ada atau mungkin timbul; dan
4)
kesesuaian visi, misi, program, kegiatan, dan
pengukuran pencapaian kinerja;
5)
indikator kinerja lima tahunan berupa indikator
pelayanan, keuangan, administrasi, dan SDM;
6)
pengukuran pencapaian kinerja, yaitu pengukuran
yang dilakukan dengan menggambarkan apakah hasil kegiatan tahun berjalan dapat
tercapai dengan disertai analisis atas faktor-faktor internal dan eksternal
yang mempengaruhi tercapainya kinerja tahun berjalan.
d.
Laporan keuangan pokok, terdiri atas:
1) Kelengkapan
laporan:
a)
Laporan Realisasi Anggaran/Laporan Operasional
Keuangan, yaitu laporan yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian
sumber daya ekonomi yang dikelola, serta menggambarkan perbandingan antara
anggaran dan realisasinya dalam suatu periode pelaporan yang terdiri atas unsur
pendapatan dan belanja;
b)
Neraca/Prognosa
Neraca, yaitu dokumen yang menggambarkan posisi keuangan mengenai aset,
kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu;
c)
Laporan Arus Kas, yaitu dokumen yang menyajikan
informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi, dan transaksi
nonanggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo
akhir kas selama periode tertentu;
d) Catatan
atas Laporan Keuangan, yaitu dokumen yang berisi penjelasan naratif atau
rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran,
Neraca/Prognosa Neraca, dan Laporan Arus Kas, disertai laporan mengenai kinerja
keuangan.
2) Kesesuaian
dengan standar akuntansi;
3) Hubungan
antarlaporan keuangan.
4) Kesesuaian
antara keuangan dan indikator kinerja yang ada di rencana strategis;
5) Analisis
laporan keuangan.
e.
Standar Pelayanan Minimum (SPM) merupakan
ukuran pelayanan yang harus dipenuhi oleh satuan kerja instansi pemerintah
untuk menerapkan PK BLU.
SPM
ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga dalam rangka penyelenggaraan kegiatan
pelayanan kepada masyarakat yang harus mempertimbangkan kualitas layanan,
pemerataan, dan kesetaraan layanan biaya serta kemudahan memperoleh layanan.
SPM
sekurang-kurangnya mengandung unsur:
1) Jenis
kegiatan atau pelayanan yang diberikan oleh satker. Jenis kegiatan merupakan
pelayanan yang diberikan oleh satker baik pelayanan ke dalam (satker itu
sendiri) maupun pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Jenis kegiatan ini
merupakan tugas dan fungsi dari satker yang bersangkutan.
2) Rencana
Pencapaian SPM. Satuan kerja menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat target
tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM sesuai
dengan peraturan yang ada.
3) Indikator
pelayanan. SPM menetapkan jenis pelayanan dasar, indikator SPM dan batas waktu
pencapaian SPM.
4) Adanya
tanda tangan pimpinan satuan kerja yang bersangkutan dan menteri/pimpinan
lembaga.
f.
Laporan audit terakhir, merupakan laporan
auditor tahun terakhir sebelum satuan kerja instansi pemerintah yang
bersangkutan diusulkan untuk menerapkan PK BLU. Dalam hal satuan kerja instansi
pemerintah tersebut belum pernah diaudit, satuan kerja instansi pemerintah
dimaksud harus membuat pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen yang
disusun dengan mengacu pada formulir yang telah ditetapkan.
2.4 Pola Pengelolaan Keuangan BLU
Pola
pengelolaan keuangan pada BLU merupakan pola pengelolaan keuangan yang
memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik
bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian
dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.
Yang
dimaksud dengan praktik bisnis yang sehat adalah proses penyelenggaraan fungsi
organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian
layanan yang bermutu dan berkesinambungan.
Instansi
pemerintah yang melakukan pembinaan terhadap pola pengelolaan keuangan BLU
adalah Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Ditjen
Perbendaharaan.
2.5 Tarif dan Biaya Satuan BLU
2.5.1 Tarif
Satker
berstatus BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas
barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa layanan yang
diberikan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar
perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana yang dapat
bertujuan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya per unit layanan.
Tarif layanan tersebut dapat berupa besaran tarif atau pola tarif sesuai jenis
layanan BLU yang bersangkutan. Apabila BLU memiliki jenis layanan yang tidak
terlalu banyak, maka cukup memiliki tarif berupa angka mutlak ataupun kisaran
tarif. Apabila BLU memiliki jenis layanan yang banyak dan bersifat kompleks,
seperti rumah sakit, maka tarifnya berupa pola tarif untuk kelompok layanan.
Tarif
layanan diusulkan oleh BLU bersangkutan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga,
kemudian Menteri/Pimpinan Lembaga mengajukan usulan tarif tersebut kepada
Menteri Keuangan untuk ditetapkan. Dalam penetapan tarif dimaksud, Menteri
Keuangan dibantu oleh suatu tim dan dapat menggunakan narasumber yang berasal
dari sektor terkait.
Hal-hal
yang wajib dipertimbangkan dalam menyusun tarif adalah sebagai berikut: 1) Kontinuitas
dan pengembangan layanan; 2) Daya beli masyarakat; 3) Asas keadilan dan
kepatutan; 4) Kompetisi yang sehat.
2.5.2 Biaya Satuan
Dalam
penyusunan tarif dan biaya layanan, terlebih dahulu ditentukan biaya satuan per
unit output dari layanan atau kegiatan BLU. Biaya satuan dibuat berdasarkan
perhitungan akuntansi biaya untuk setiap output barang/jasa yang dihasilkan.
Dalam
rangka penyusunan biaya satuan per unit layanan, maka perlu diperhitungkan
biaya-biaya yang timbul, yaitu:
a.
Biaya langsung; adalah biaya-biaya yang secara
khusus dapat ditelusuri atau diidentifikasi sebagai komponen langsung dari
biaya produk. Total biaya langsung ini dalam beberapa literatur juga sering
disebut dengan istilah biaya utama (prime
cost).
b.
Biaya tidak langsung adalah semua biaya yang
tidak dapat diidentifikasi secara khusus terhadap suatu produk dan dibebankan
kepada seluruh jenis produk secara bersamaan. Biaya tidak langsung ini sering
disebut juga dengan istilah biaya overhead (overhead
cost).
c.
Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara
total seiring dengan berubahnya volume produk yang dibuat. Sehingga hubungan
antara total biaya variabel dengan total unit barang yang diperoduksi adalah
linier (garis lurus). Sedangkan biaya per unit-nya adalah tetap. Contoh: Biaya
bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung.
d.
Biaya tetap (fixed cost), seperti biaya penyusutan dan biaya sewa akan selalu
tetap (constant) dalam suatu rentang
waktu/periode tertentu. Perlu dicatat bahwa biaya tetap akan selalu konstan
pada semua tingkat produksi (volume),
sedangkan biaya tetap per unit akan menurun seiring dengan meningkatnya volume
produksi.
Langkah-langkah
perhitungan biaya satuan adalah sebagai berikut:
a.
Menentukan kegiatan berdasarkan program yang
telah ditetapkan;
b.
Menentukan indikator kinerja berupa keluaran (output), tolok ukur kinerja, dan target
kinerja;
c.
Untuk satu jenis keluaran, tentukan jenis biaya
dan besaran biaya per unit output. Jenis biaya dapat berupa: biaya langsung variabel,
biaya langsung tetap, biaya tidak langsung variabel, dan biaya tidak langsung
tetap.
d.
Menghitung biaya per jenis kegiatan dengan
mengalikan rincian biaya dengan satuan biaya.
e.
Menjumlahkan seluruh komponen biaya untuk
mendapatkan satuan biaya per kegiatan.
2.6 Perencanaan dan Penganggaran BLU
2.6.1 Rencana Strategis Bisnis
BLU
menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana
Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L). Rencana strategis bisnis merupakan
istilah yang pengertiannya sama dengan Renstra bagi instansi pemerintah. Oleh
karena itu penyusunan rencana strategis bisnis berpedoman pada Instruksi
Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Sesuai
dengan Inpres tersebut, rencana strategis mengandung visi, misi,
tujuan/sasaran, dan program yang realistis dan mengantisipasi masa depan yang
diinginkan dan dapat dicapai.
2.6.2 Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran
Rencana
Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU memuat antara lain:
a.
Kondisi kinerja BLU tahun berjalan;
b.
Asumsi makro dan mikro;
c.
Target kinerja (output yang terukur);
d.
Analisis dan perkiraan biaya per output dan
agregat;
e.
Perkiraan harga dan anggaran;
f.
Prognosa laporan keuangan.
Perencanaan
dan penganggaran BLU pada prinsipnya tidak berbeda dengan perencanaan dan
penganggaran pada kementerian/lembaga.
2.6.3 Pengintegrasian Rencana Bisnis dan Anggaran
dalam RKA-K/L
RKA-K/L
sebagai dokumen usulan anggaran (budget
request) memuat sasaran terukur yang penyusunannya dilakukan secara berjenjang
dari tingkat kantor/satuan kerja ke tingkat yang lebih tinggi (bottom-up) untuk melaksanakan penugasan
dari menteri/pimpinan lembaga (top down).
Dengan demikian dalam menyusun suatu Rencana Kerja dan Anggaran BLU harus
menerapkan anggaran berbasis kinerja.
BLU
sebagai satuan kerja merupakan bagian dari kementerian negara/lembaga. Oleh
karena itu pengintegrasian RBA BLU ke dalam RKA-K/L dilakukan oleh kementerian
negara/lembaga bersangkutan. Tata cara pengintegrasian RBA kedalam RKA-K/L
berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004
tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
2.6.4 Pelaksanaan Anggaran
2.6.4.1
Dokumen
Pelaksanaan Anggaran
Setelah
RKA-KL dan Undang-undang APBN disahkan, pimpinan BLU menyesuaikan usulan
Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) menjadi RBA Definitif. RBA definitif
digunakan sebagai acuan dalam menyusun DIPA BLU untuk diajukan dan mendapat
pengesahan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.
DIPA BLU
sekurang-kurangnya memuat: 1) seluruh pendapatan dan belanja BLU; 2) proyeksi
arus kas; 3) jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa yang dihasilkan; 4) rencana
penarikan dana yang bersumber dari APBN; 5) besaran persentase ambang batas
sebagaimana ditetapkan dalam RBA definitif.
Dalam
hal DIPA BLU belum disahkan oleh Menteri Keuangan, BLU dapat melakukan
pengeluaran paling tinggi sebesar angka dokumen pelaksanaan anggaran tahun
lalu.
DIPA BLU
yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan menjadi lampiran dari contractual
performance agreement yang ditandatangani oleh menteri/pimpinan lembaga dengan
pimpinan BLU yang bersangkutan dan sekaligus menjadi dasar penarikan dana.
2.6.4.2
Pengelolaan
PNBP
Pengelolaan
PNBP pada BLU mengikuti pedoman sebagai berikut.
a.
Penggunaan PNBP
1)
Pada BLU Penuh yaitu satuan kerja berstatus BLU
Penuh diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan, antara lain dapat langsung
menggunakan seluruh PNBP dari pendapatan operasional dan nonopersaional, di
luar dana yang yang bersumber dari APBN, sesuai RBA tanpa terlebih dahulu
disetorkan ke Rekening Kas Negara. Apabila PNBP melebihi target yang ditetapkan
dalam RBA tetapi masih dalam ambang batas fleksibilitas, kelebihan tersebut
dapat digunakan langsung mendahului pengesahan revisi DIPA. Terhadap kelebihan
PNBP yang melampaui ambang batas fleksibilitas, dapat digunakan dalam tahun
berjalan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q. Dirjen
Perbendaharaan atau menjadi saldo awal tahun berikutnya.
2)
Pada BLU Bertahap yaitu Satker berstatus BLU
Bertahap dapat menggunakan PNBP sebesar persentase yang telah ditetapkan.
Sedangkan PNBP yang dapat digunakan langsung adalah sebesar persentase yang
ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang penetapan satker yang
menerapkan PK-BLU yang bersangkutan. Satker berstatus BLU Bertahap menyetor
penerimaan PNBP yang tidak digunakan langsung ke Rekening Kas Negara
secepatnya. PNBP yang telah disetor dapat dipergunakan kembali sebesar selisih
antara PNBP yang dapat digunakan dengan PNBP yang telah digunakan langsung.
b.
Pertanggungjawaban Pengunaan PNBP oleh BLU
Satker
BLU mempertanggungjawabkan pengggunaan PNBP secara langsung dengan menyampaikan
SPM Pengesahan kepada KPPN setiap triwulan selambat-lambatnya tanggal 10
setelah akhir triwulan yang bersangkutan dengan dilampiri Surat Pernyataan
Tanggung Jawab (SPTJ) yang ditandatangani oleh pimpinan BLU. Berdasarkan SPM
pengesahan tersebut, KPPN menerbitkan SP2D sebagai pengesahan penggunaan dana
PNBP. Pertanggungjawaban penggunaan dana PNBP selain yang digunakan langsung
oleh satker yang berstatus BLU Bertahap menggunakan mekanisme
pertanggungjawaban PNBP sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan yang
berlaku (mengakomodasi perubahan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor
PER-66/PB/2005).
2.6.4.3
Revisi
Anggaran
DIPA BLU
ataupun RBA Definitif apabila diperlukan dapat direvisi. Perubahan/revisi
terhadap DIPA BLU atau RBA Definitif dapat dilakukan jika: 1) Terdapat
perubahan/pergeseran program atau kegiatan BLU; 2) Terdapat penambahan atau
pengurangan pagu anggaran yang berasal dari APBN; 3) Belanja BLU melampaui
ambang batas fleksibilitas; 4) Belanja BLU sampai dengan ambang batas
fleksibilitas.
Tata
cara perubahan/revisi yang berhubungan dengan penganggaran dan perubahan
program dan/atau kegiatan BLU berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2004 atau Peraturan Menteri Keuangan (Nomor ?) tentang Mekanisme Revisi
DIPA Kementerian Negara/Lembaga dan RBA serta pelaksanaan anggaran BLU.
Perubahan/revisi
sebagaimana dimaksud pada angka 4 dapat dilakukan setelah belanja dilaksanakan.
Perubahan tersebut dapat dilaksanakan sebelum akhir tahun anggaran dalam bentuk
pengesahan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
2.6.4.4
Surplus
dan Defisit BLU
Surplus
anggaran BLU adalah selisih lebih antara pendapatan dengan belanja BLU yang
dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu
periode anggaran. Estimasi surplus dalam tahun anggaran berjalan diperhitungkan
dalam RBA tahun anggaran berikut untuk disetujui penggunaannya.
Surplus
anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas
perintah Menteri Keuangan, disetorkan sebagian atau seluruhnya ke rekening kas
umum negara dengan mempertimbangkan posisi likuiditas BLU.
Defisit
anggaran BLU adalah selisih kurang antara pendapatan dengan belanja BLU yang
dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu
periode anggaran.
Defisit
anggaran BLU dapat diajukan pembiayaannya dalam tahun anggaran berikutnya
kepada Menteri Keuangan melalui Menteri/Pimpinan Lembaga. Menteri Keuangan
dapat mengajukan anggaran untuk menutup defisit pelaksanaan anggaran BLU dalam
APBN tahun anggaran berikutnya.
2.7 Pengelolaan Keuangan dan Barang BLU
2.7.1 Pengelolaan Kas
Pengelolaan kas BLU dilakukan berdasarkan
praktek bisnis yang sehat. Dalam melaksanakan pengelolaan kas, BLU
menyelenggarakan hal-hal sebagai berikut :
a.
Perencanaan penerimaan dan pengeluaran kas;
b.
Pemungutan pendapatan atau tagihan;
c.
Penyimpanan kas dan mengelola rekening bank;
d.
Pembayaran;
e.
Perolehan sumber dana untuk menutup defisit
jangka pendek; dan
f.
Pemanfaatan surplus kas jangka pendek untuk
memperoleh pendapatan tambahan.
Pengelolaan kas BLU dapat dilakukan melalui:
a.
Penarikan dana yang bersumber dari APBN dengan
menerbitkan SPM;
b.
Pembukaan Rekening Bank BLU oleh pimpinan BLU,
sesuai dengan ketentuan yang berlaku kecuali dalam rangka cash management;
c.
Investasi jangka pendek dalam rangka cash
management (jika terjadi surplus kas) pada instrumen keuangan dengan resiko
rendah.
2.7.2 Pengelolaan Piutang
Dalam pengelolaan keuangan,
BLU dapat memberikan piutang terkait dengan kegiatannya, yang dikelola secara
tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab serta dapat
memberikan nilai tambah, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat dan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Piutang BLU dapat dihapus
secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat berwenang, yang nilainya ditetapkan
secara berjenjang. Kewenangan penghapusan piutang secara berjenjang ditetapkan
dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.7.3 Pengelolaan Utang
Dalam kegiatan operasional
dengan pihak lain, BLU dapat memiliki utang yang dikelola secara tertib,
efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab, sesuai dengan praktek
bisnis yang sehat. Pembayaran utang BLU pada prinsipnya menjadi tanggung jawab
BLU.
Pengelolaan utang harus
sesuai dengan peruntukannya, utang jangka pendek ditujukan hanya untuk belanja
operasional, sedangkan utang jangka panjang hanya untuk belanja modal.
Hak tagih atas utang BLU
kadaluarsa setelah lima tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali
ditetapkan lain oleh UU.
Perikatan peminjaman/utang
dilakukan sesuai dengan jenjang kewenangan yang diatur oleh Menteri Keuangan.
2.7.4 Pengelolaan Investasi
BLU tidak dapat melakukan
investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan Menteri Keuangan. Investasi
jangka panjang yang dimaksud antara lain adalah penyertaan modal, pemilikan
obligasi untuk masa jangka panjang, atau investasi langsung (pendirian
perusahaan). Jika BLU mendirikan/membeli badan usaha yang berbadan hukum,
kepemilikan badan usaha tersebut ada pada Menteri Keuangan. Keuntungan yang
diperoleh dari investasi jangka panjang merupakan pendapatan BLU.
2.7.5 Pengelolaan Barang
Pengadaan barang dan jasa
pada BLU secara khusus diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
8/PMK.02/2006, antara lain sebagai berikut:
a.
Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pada BLU
harus dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi dan ekonomis, sesuai dengan
praktek bisnis yang sehat.
b.
BLU Penuh dapat diberikan fleksibilitas berupa
pembebasan sebagian atau seluruhnya dari ketentuan pengadaan barang dan jasa
pemerintah (Keppres 80/2003) bila terdapat alasan efektivitas dan/atau
efisiensi. Fleksibilitas sebagaimana dimaksud diberikan terhadap pengadaan
barang/jasa yang sumber dananya berasal dari: 1) jasa layanan yang diberikan
kepada masyarakat; 2) hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau
badan lain; dan/atau 3) hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil
usaha lainnya.
Pengadaan barang/jasa tersebut
dilaksanakan berdasarkan ketentuan pengadaan barang/jasa yang ditetapkan oleh
Pemimpin BLU dengan mengikuti prinsip-prinsip transparansi, adil/tidak
diskriminatif, akuntabilitas, dan praktek bisnis yang sehat.
a.
Untuk pengadaan barang/jasa yang sumber dananya
berasal dari hibah terikat dapat dilakukan dengan mengikuti ketentuan pengadaan
dari pemberi hibah, atau mengikuti ketentuan pengadaan barang/jasa yang berlaku
bagi BLU sepanjang disetujui oleh pemberi hibah.
b.
Dalam penetapan penyedia barang/jasa, Panitia
Pengadaan terlebih dahulu harus memperoleh persetujuan tertulis dari :
1) Pemimpin
BLU untuk pengadaan barang/jasa yang bernilai di atas Rp. 50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah); atau
2) Pejabat
lain yang ditunjuk oleh Pemimpin BLU untuk pengadaan yang bernilai sampai
dengan Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
c.
Penunjukan pejabat lain sebagaimana dimaksud
pada huruf d 2) dengan melibatkan semua unsur Pejabat Pengelola BLU dan harus
memperhatikan prinsip-prinsip:
1) objektivitas,
yaitu penunjukan yang didasarkan pada aspek integritas moral, kecakapan
pengetahuan mengenai proses dan prosedur pengadaan barang/jasa, tanggung jawab
untuk mencapai sasaran kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan pengadaan
barang/jasa;
2) independensi,
yaitu menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan dengan pihak
terkait dalam melaksanakan penunjukan pejabat lain, langsung maupun tidak
langsung; dan
3) saling
uji (cross check), yaitu berusaha memperoleh informasi dari sumber yang
berkompeten, dapat dipercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan untuk mendapatkan
keyakinan yang memadai dalam melaksanakan penunjukan pejabat lain.
2.7.6 Pengelolaan Aset BLU
a.
Barang inventaris BLU dapat dihapuskan dan/atau
dialihkan kepada pihak lain dengan cara dijual, dipertukarkan, atau dihibahkan,
berdasarkan pertimbangan ekonomis dan dilaporkan secara berkala kepada
menteri/pimpinan lembaga;
b.
BLU tidak dapat mengalihkan dan/atau menghapus
aset tetap, kecuali atas persetujuan pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
c.
Penerimaan hasil penjualan barang
inventaris/aset tetap merupakan pendapatan BLU;
d.
Penggunaan aset tetap untuk kegiatan yang tidak
terkait langsung dengan tugas pokok dan fungsi BLU harus mendapat persetujuan
pejabat Pengelola Barang (Menteri Keuangan) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
e.
Tanah dan bangunan disertifikatkan atas nama
kementerian/lembaga terkait;
f.
Tanah dan bangunan yang tidak digunakan untuk
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi BLU, dapat dialihgunakan oleh
menteri/pimpinan lembaga terkait dengan persetujuan Menteri Keuangan.
2.8
Penyelesaian
Kerugian BLU
Setiap kerugian negara pada
BLU yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang
diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
penyelesaian kerugian negara.
Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau
pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban
yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara, wajib
mengganti kerugian tersebut.
Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga
dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui bahwa dalam
kementerian negara/lembaga yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan
dari pihak manapun.
2.9
Akuntansi,
Pelaporan dan Pertanggungjawaban BLU
2.9.1 Akuntansi
BLU menyelenggarakan akuntansi sesuai dengan
standar akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntan
Indonesia, jika tidak ada standar akuntansi BLU yang bersangkutan dapat
menerapkan standar akuntansi industri yang spesifik setelah mendapat
persetujuan Menteri Keuangan.
BLU mengembangkan dan menerapkan sistem
akuntansi dengan mengacu pada standar akuntansi yang berlaku sesuai dengan
jenis layanannya dan ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga.
2.9.2 Pelaporan
BLU menyampaikan laporan keuangan setiap
triwulan kepada menteri/pimpinan lembaga berupa Laporan Realisasi Anggaran,
Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan dan Laporan keuangan yang
lengkap (termasuk neraca dan ikhtisar laporan keuangan) pada setiap semester
dan tahunan. Laporan-laporan tersebut disampaikan paling lambat satu bulan
setelah periode pelaporan berakhir. Laporan keuangan unit-unit usaha yang
diselenggarakan dikonsolidasikan oleh BLU dan menjadi lampiran laporan keuangan
BLU.
Laporan keuangan BLU dikonsolidasikan dengan
laporan keuangan kementerian/lembaga sesuai standar akuntansi pemerintahan dan
diaudit oleh pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2.9.3 Pertanggungjawaban
Menteri/pimpinan lembaga
bertanggung jawab atas keberhasilan pencapaian sasaran program berupa hasil (political accountability), sedangkan
pimpinan BLU bertanggung jawab atas keberhasilan pencapaian sasaran kegiatan
berupa keluaran (operational
accountability) dan terhadap kinerja BLU sesuai dengan tolok ukur yang
ditetapkan dalam RBA.
2.10
Pembinaan, Pengawasan, dan Pemeriksaan BLU
2.10.1 Pembinaan
Pembinaan teknis BLU dilakukan oleh
menteri/pimpinan lembaga, sedangkan pembinaan di bidang keuangan dilakukan oleh
Menteri Keuangan.
2.10.2 Pengawasan
Dalam rangka pelaksanaan pembinaan BLU dapat
dibentuk dewan pengawas. Pembentukan dewan pengawas hanya berlaku pada BLU yang
memiliki realisasi nilai omzet tahunan (menurut laporan realisasi anggaran)
atau nilai aset (menurut neraca) memenuhi syarat minimum yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
2.10.3 Pengertian dan Tugas Dewan Pengawas
Dewan pengawas BLU bertugas melakukan
pengawasan terhadap pengurusan BLU oleh Pejabat Pengelola BLU mengenai
pelaksanaan Rencana Bisnis dan Anggaran, Rencana Strategis Bisnis Jangka
Panjang, dan ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Dewan pengawas BLU di lingkungan Pemerintah Pusat berkewajiban: 1) memberikan
pendapat dan saran kepada menteri/pimpinan lembaga dan Menteri Keuangan
mengenai Rencana Bisnis dan Anggaran yang diusulkan oleh Pejabat Pengelola BLU;
2) mengikuti perkembangan kegiatan BLU, memberikan pendapat dan saran kepada
menteri/pimpinan lembaga dan Menteri Keuangan mengenai setiap masalah yang
dianggap penting bagi pengurusan BLU; 3) melaporkan kepada menteri/pimpinan
lembaga dan Menteri Keuangan apabila terjadi gejala menurunnya kinerja BLU; dan
4) memberikan nasihat kepada Pejabat Pengelola BLU dalam melaksanakan
pengurusan BLU.
Dewan pengawas melaporkan pelaksanaan tugasnya
kepada menteri/pimpinan lembaga dan Menteri Keuangan secara berkala
sekurang-kurangnya satu kali dalam satu semester dan sewaktu-waktu apabila
diperlukan.
2.10.4 Pembentukan dan Pengangkatan Dewan Pengawas
Pembentukan dewan pengawas
berlaku hanya pada BLU yang memiliki : 1) realisasi nilai omzet tahunan menurut
laporan realisasi anggaran tahun terakhir, minimum sebesar Rp15.000.000.000;
atau 2) nilai aset menurut neraca, minimum sebesar Rp75.000.000.000.
Dewan Pengawas untuk BLU di
lingkungan pemerintah pusat dibentuk dengan keputusan menteri/pimpinan lembaga
atas persetujuan Menteri Keuangan. Anggota Dewan Pengawas terdiri dari
unsur-unsur pejabat dari kementerian /lembaga, kementerian keuangan, serta
tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan BLU.
Masa jabatan anggota Dewan
Pengawas ditetapkan selama lima tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu
kali masa jabatan berikutnya. Pengangkatan anggota Dewan Pengawas tidak
bersamaan waktunya dengan pengangkatan pejabat pengelola BLU, kecuali
pengangkatan untuk pertama kali pada waktu pembentukan BLU.
2.10.5 Persyaratan Jumlah Keanggotaan Dewan Pengawas
a.
Jumlah anggota dewan pengawas ditetapkan
sebanyak 3 (tiga) orang untuk BLU yang memiliki :
1) realisasi
nilai omzet tahunan menurut laporan realisasi anggaran sebesar
Rp15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah) sampai dengan Rp30.000.000.000,-
(tiga puluh miliar rupiah); dan/atau
2) nilai
aset menurut neraca sebesar Rp 75.000.000.000,- (tujuh puluh lima miliar
rupiah) sampai dengan Rp 200.000.000.000,- (dua ratus miliar rupiah).
b.
Jumlah anggota dewan pengawas dapat ditetapkan
sebanyak 3 (tiga) orang atau 5 (lima) orang untuk BLU yang memiliki :
1) realisasi
nilai omzet tahunan menurut laporan realisasi anggaran lebih besar dari Rp
30.000.000.000,- (tiga puluh miliar rupiah); dan/atau
2) nilai
aset menurut neraca lebih besar dari Rp 200.000.000.000,- (dua ratus miliar
rupiah).
c.
Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan
Pengawas adalah orang perseorangan dengan ketentuan:
1) memiliki
integritas, dedikasi, dan memahami masalah-masalah yang berkaitan dengan
kegiatan BLU, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan
tugasnya; dan
2) mampu
melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah
menjadi anggota direksi atau komisaris atau dewan pengawas yang dinyatakan
bersalah sehingga menyebabkan suatu badan usaha pailit, atau orang yang tidak
pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara.
2.10.6 Pemberhentian
Anggota Dewan Pengawas diberhentikan setelah
masa jabatannya berakhir oleh menteri/pimpinan lembaga.
Anggota Dewan Pengawas dapat diberhentikan
sebelum habis masa jabatannya oleh menteri/pimpinan lembaga atas persetujuan
Menteri Keuangan, apabila terbukti: 1) tidak melaksanakan tugasnya dengan baik;
2) tidak melaksanakan ketentuan perundang-undangan; 3) terlibat dalam tindakan
yang merugikan BLU; 4) dipidana penjara karena dipersalahkan melakukan
perbuatan pidana kejahatan dan/atau kesalahan yang berkaitan dengan tugasnya
melaksanakan pengawasan atas BLU; atau 5) berhalangan tetap.
2.10.7 Pemeriksanaan
Pemeriksaan intern BLU dilaksanakan oleh satuan
pemeriksaan intern (SPI) yang merupakan unit kerja dan berkedudukan langsung di
bawah pemimpin BLU, sedangkan pemeriksaan ekstern dilaksanakan oleh lembaga
pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.10.8 BLU Daerah
BLU Daerah adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah
di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat dengan prinsip usaha seperti BLU Pusat, yaitu tanpa mengutamakan
mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip
efisiensi dan produktivitas.
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah (PPK-BLUD) adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan
fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang
sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
2.11 Manfaat
Akuntansi di Rumah Sakit sebagai Badan Layanan Umum (BLU)
Fungsi utama akuntansi di
Rumah sakit adalah sebagai sumber informasi yang diperlukan untuk pengambilan
keputusan dalam pemecahan masalah dan perencanaan untuk keberhasilan pengembangan
Rumah Sakit.
Secara umum akuntansi tidak lepas dari biaya (cost), dengan perhitungan biaya yang
berbeda akan menghasilkan akuntansi biaya yang berbeda pula serta berdampak
pada pengambilan keputusan yang berbeda.
Dengan demikian untuk pengambilan keputusan
yang tepat serta keberhasilan perencanaan diperlukan sistem dan pelaksanaan
akuntansi Rumah Sakit secara optimal.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem
akuntansi Rumah Sakit sebagai Badan Layanan Umum (BLU) bertujuan untuk memberikan
informasi yang sangat penting dalam pengambilan keputusan untuk keberhasilan pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan serta perencanaan, terlebih lagi saat ini
yang mana Rumah Sakit telah ditetapkan sebagai Penerima Negara Bukan Pajak
(PNBP) ataupun sebagai Badan Layanan Umum yang penerimaannya harus disetor ke
Negara melalui Kantor Kas Negara.
Undang-undang
nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara dan di tindaklanjuti dengan peraturan
pemerintah nomor 23 tahun 2005 telah memberikan fleksibelitas berupa
keleluasaan untuk menrapkan praktik-praktik bisnis sehat kepada instansi
pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat
dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa,
sebagai pengecualian dari ketentuan pengeloalaan keuangan negara pada umumnaya.
Fleksibelitas ini berupa keleluasaan untuk menggunakan PNBP yang diperolehnya,
keleluasaan untuk pengadaan barang atau jasa serta keleluasaan untuk merekrut
pegawai profesiaonal non PNS sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi BLU yang
bersangkutan
3.2
Saran
Dengan adanya
fleksibelitas yang begitu luas diberikan oleh pemerintah diharapkan
permeriksaan dan pengawasaan BLU ini juga ditinggkatka agar praktik-praktik
bisnis yang sehat dalam penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah
manajemen yang baik dapat dilaksanakan sehingga kebocoran dan penyimpangan yang
mungkin terjadi dapat dicegah dan diantisipasi sedini mungkin
DAFTAR
PUSTAKA
Armen, F., Azwar, V.
2013. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan
Rumah Sakit. Gosyen Publishing, Yogyakarta.
Chalidyanto, Dzajuly.
2013. Rumah Sakit Pemerintah sebagai
Badan Layanan Umum (BLU), Apakah Mendukung Universal Coverage ??. FKM
Universitas Airlangga, Surabaya.
Djuhaeni, Henni. 2006. Akuntansi Rumah Sakit.
Djuhaeni, Henni. 2006. Sistem Penganggaran Rumah Sakit.
Jamiat. 2002. Analisis
Sistem Manajemen Piutang Pasien Perusahaan di Badan Pelayanan Kesehatan Rumah
Sakit Umum Daerah Langsa. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Juanita. 2002. Jaring Perlindungan Sosial Bidang
Kesehatansebagai Salah Satu Upaya Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat.
FKM Universitas Sumatera Utara, Medan.
Meidyawati. 2010. Analisis Implementasi Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) Pada Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi.
Kepmenkes RI No. 1165 Tahun 2007 Tentang
Pola Tarif Rumah Sakit Badan Layanan Umum.
PERSI. 2011. Bimbingan Teknis Pola Pengelolaan Keuangan
Pada Rumah Sakit Badan Layanan Umum (BLU/BLUD)menuju Rumah Sakit yang Efisien,
bermutu, Akuntabel dan Auditable. Seminar dan Workshop, Jakarta.
PMK
RI No. 76 Tahun 2008 Tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan
Layanan Umum
PMK
RI No. 147 Tahun 2010 Tentang Perizinan Rumah Sakit
SETDITJEN BUK. 2011. Laporan Tahunan 2011. Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta.